WHAT THE??

So this silly moment happened 4 years ago, when I was still a college student. The class ended early so we ( Fifi, Wilu, Lia, and I) decided to go somewhere. Hang out sore-sore gitu ceritanya, anak kekinian sih kita. Kita memutuskan untuk main ke ISI, kampus tetangga yang kalo sore rame anak nongkrong dan banyak yang jualan jajanan.

 

Sampai disana, suasananya cukup rame dan perhatian kita tertuju pada mobil yang menawarkan es krim murah meriah nan menggiurkan. Cukup dengan 2500 rupiah saja sudah bisa menikmati secentong es krim rasa coklat atau vanilla. Setelah es krim sudah ada di genggaman, kita menuju ke pelataran stadon terbuka isi. Waktu itu aku teringat prinsip “posisi menentukan prestasi” tentu dong aku ngambil posisi terdepan ditemani sama lia disamping; Fifi sama Wilu di belakang kita. Kita asik-asikan ngobrolin dosen, temen, atau apalah yang penting bisa digosipin. Sambil menyeruput es krim vanilla yang lezat tak terkira sambil nggosipin orang yang tentunya nggak ada bosennya, aku sampe nggak merhatiin sekitar.

Tiba-tiba pas tepat di depan ku sudah ada orang asing yang menatap ku penuh haru. aku tatap balik dong. namun alangkah terkejutnya ketika aku tatap balik ternyata ada sesosok makhluk berambut pendek, muka kucel, mata sayup dan dari hidungnya keluar ingus yang sampe ke mulutnya (mungkin ingusnya udah ke telen sampe tuh orang). Melihat orang asing tersebut, aku terdiam, terpaku, tanpa ku sengaja aku menatapnya. Sedangkan orang orang disekitarku sudah pada berlari menjauh dan berteriak-teriak, yang bisa kulakukan hanya terpaku ditempat. Butuh beberapa detik untukku menyadari keadaan itu sering orang asing itu mendekat padaku sambil mengulurkan tangannya. Saat aku bisa menggerakkan otot-otot syaraf, aku langsung berlar dan berteriak sejadi-jadinya.

“aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak”

Lalu ada seorang bapak-bapak dengan sigap menghalau orang asing tersebut yang ternyata diduga adalah orang gila. Orang gila itu kemudian menjauh sambil terus menatapku. eh sebenarnya bukan aku yang ditatap tapi ternyata es krim yang ku pegang. Haduhh, saat itu badanku terus gemetaran dan bayangan orang gila itu tak bisa lepas dari bayanganku terutama INGUS yang sampe ke mulutnya.

-___________-

=====================================================================

Oke next ada kejadian satu lagi yang berkaitan dengan orang gila, kali ini kayaknya orang gila aku. LOL

Waktu itu hari cerah, sangat cerah, cocok buat maen-maen ke rumah teman. Setelah pilih memilih dan timbang menimbang, akhirnya menemukan spot yang cocok buat maen yaitu rumah Emma, si bocah Klaten nan pelosok. Untungnya si Emma hari itu available, akhirnya langsung cuss kesana.

Sampe disana terus kita ngrumpi berbagai macam hal, dilanjut nonton film, terus habis itu kita bingung mau ngapain. Aku pun mengajaknya main di sekitaran Klaten, gak mungkin juga kan aku ngajak ngemol secara belum ada mall di sekitar sana. Tertujulah sasaran hang out kita ke Swalayan yang katanya ada yang jualan Burger. Oke, sampe sana kita samperin burger nya, setelah burger ada di tangan, kita bingung nih mau makan dimana. Gak mungkin kan kita selonjoran di depan yang jualan burger atau kita ngesot-ngesot di swalayan.

Kemudian si Emma yang cerdas nan brillian punya ide ngajakin ke stasiun Delanggu. Ngapain coba ke stasiun? sore-sore buta pula? Emang mau kemana coba? ohh, katanya di stasiun kita bisa duduk di pinggir rel, ya kalee masak mau duduk di tengah rel. Oke lah, usul di setujui. Dipaculah motor berboncengan berdua. eh iya, burger udah ada di tangan, lah minumnya mana? masak iya makan burger ga pake minum, seret boooo.

Muter-muter lah kita di sekeliling kampung, kali aja udah ada “hik” yang buka. Ternyata belum ada yang buka, untungnya kita menemukan ibu-ibu penjual es. Alhamdulillah, makanan udah, minuman udah, cus ke stasiun.

Sampe di stasiun aku terkagum-kagum. Waaah stasiunnya sepi bener. haha, kirain kayak Stasiun Purwosari atau Stasiun Jebres gitu. Kita mulai  nyari spot dan mulai menjauh dari stasiun. Sampailah kita di pinggir rel kereta jauh dari keramaian. Beralaskan rerumputan, kita menikmati burger dan es teh seraya memperhatikan anak-anak kecil yang yang bermain-main di pinggir rel. Makanan dan minuman hampir habis, kita pun melanjutkan ngrumpi kita yang belum selesai.

Suasana begitu senyap, sayup-sayup terdengar suara anak-anak kecil, dan sesekali terdengar suara kereta apai yang lewat. Hingga pada akhirnya saat kita ngrumpi, si Emma berubah raut wajahnya. Entahlah tak bisa digambarkan, antara raut wajah terkejut, takut, atau apalah. Dia pun berteriak.

“Lisaaaa, awas belakangmu!” Sontak aku langsung menoleh dan berteriak sejadi-jadinya.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAK” dan tanpa sadar aku sudah beranjak dari pinggir rel dan berlari melewati rel.

Jantung ini berdegup tak karuan, dan ketika aku menoleh di tempat ku duduk tadi, tepatnya di pinggir rel, terdapat sosok kakek tua disana. Kulihat, kupandang, kutatap. Kakek itu lalu berteriak memaki aku dan Emma.

“Uwoooooo wedhus! Wedhus! Koe ki wedhus!”

Jika di translate kedalam Bahasa Indonesia beginilah bunyinya.

“Uwooooo kambing! Kambing! Kamu itu kambing!”

Kami masih saja terkaget-kaget dengan yang kami alami. Anak-anak yang tadi bermain di seberang rel mulai menertawai kami dan mengolok-olok “Wedhus”

Kita pun berlari menuju stasiun dan setelah memperhatikan sekeliling, ternya beneran ada kambing di seberang rel. Jadi, Kakek tadi manggil-manggil kambing itu atau mengata-ngatai kita kambing ya….? entahlah…..